Rabu, 05 September 2018

Menilik Fungsi Legislasi anggota DPR RI di tahun 2018


sumber : google.com 

Membicarakan kinerja anggota DPR tidak akan pernah ada habisnya, bukan hanya DPR yang memiliki fungsi pengawasan, sesungguhnya rakyatlah si pemilik fungsi pengawasan terbesar dalam suatu Negara, Sebab di Negara yang menganut sistem demokrasi, kekuasaan terbesar ada ditangan rakyat. Dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat.

Kinerja yang paling diperhatikan di akhir masa kerja anggota dewan saat ini adalah fungsi legislasi. Fungsi legislasi merupakan fungsi yang dijalankan oleh anggota DPR dalam membuat undang-undang (UU). UU yang dihasilkan dari tahun 2015 sampai tahun 2018 masih jauh dari target program legislasi nasional (Prolegnas). Kinerja DPR pada tahun 2018 juga ternyata tidak  menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelunya. Dari total 50 RUU di prolegnas tahun 2018, hanya 4 RUU yang telah diselesaikan, masih ada 46 RUU yang ditargetkan selsai hingga 2019. Sebelumnya pada tahun 2015, dari total 40 RUU yang ditargetkan di prolegnas hanya 3 UU yang mampu disahkan. Tahun berikutnya, dari total 51 RUU yang ditargetkan, hanya 10 UU yang mampu di sahkan, dan pada tahun 2017, dari total 53 RUU yang ditargetkan, hanya 5 RUU yang berhasil disahkan.

Kurang optimalnya DPR dalam menjalankan fungsi legislasi dikarenakan ketidakseriusan anggota dewan daam mengusulkan pembuatan UU ke pemerintah, hal ini dapat dilihat dari sedikitnya anggota dewan yang berinisiatif dalam pembuatan UU. Selain itu faktor perekruitan calon anggota Dewan yang kurang memperhatikan tingkat pendidikan dan kapabilitas menjadi polemik. Hal ini dapat menghambat kinerja dari anggota dewan dikarenakan ketidakmampuan anggota dewan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dihimpun data dari Indopress, mayoritas tingkat pendidikan anggota DPR RI periode 2014-2019  adalah S2, yaitu  sebanyak 212 orang, Gelar terbanyak kedua adalah S1, sejumlah 187 orang. Anggota Dewan yang tidak memiliki gelar cukup banyak, 137 orang. Gelar S3 sejumlah 22 orang, dan yang bergelar Profesor hanya 5 orang.

sumber : www.indopress.id

Selain dikarenakan kurangnya kapabilitas anggota dewan, terhambatnya fungsi legislasi dikarenakan oleh pembahasan RUU yang memakan waktu lama dan terkesan bertele-tele. Pembahasan akan semakin lama jika ada perdebatan sengit, bahkan berakhir deadlock, sehingga jadwal pembuatan UU semakin molor dari waktu yang direncanakan. Pembahasan juga akan semakin lama karena adanya kepentingan politik (partai dan koalisi) yang mendasari dalam pembahasan UU.

Tahun 2019 merupakan tahun politik, dimana pesta demokrasi diselenggarakan serentak (pilpres dan pileg), hal tersebut membuat anggota dewan harus membagi fokusnya antara memenangkan kembali kursi dewan di periode selanjutnya dengan mengerjakan tugas dan fungsinya yang saat ini diemban sebagai anggota dewan. Anggota dewan sibuk berkeliling daerah di Indonesia untuk melakukan pendekatan kepada calon pemilihnya dan memilikirkan logistik serta strategi pemenangan yang akan diambil. Dan kenyataannya mereka lebih fokus kepada persiapan pemilihan umum legislatif dibandingkan menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota dewan.

Kalau sudah begini, komitmen anggota dewan terhadap rakyat patut dipertanyakan. Lalu bagaimana dengan beban kerja penyelesaian target prolegnas 50 RUU yang harus diselesaikan sampai akhir masa jabatan? Apakah akan selesai sesuai dengan target atau malah menjadi catatan kegagalan anggota dewan dalam menjalankan fungsi legislasinya?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Muhasabah Kebangsaan : BUGHOT DENGAN BERTOPENG KALIMAT TAUHID

oleh : Al-Zastrouw Sore ini saya dikejiutkan dengan berita pembakaran kalimat tauhid yang dilakukan oleh Banser di Garut. Berita ters...