Kamis, 25 Februari 2016

paper perdebatan uu ITE yang menghambat implementasi kebebasan pers

PAPER
KOMUNIKASI POLITIK
PERDEBATAN UNDANG-UNDANG ITE YANG MENGHAMBAT IMPLEMENTASI KEBEBASAN PERS
Disusun Guna Memenuhi Syarat Penilaian Tugas
Mata Kuliah Komunikasi Politik
Semester Ganjil Tahun Akademik 2013/ 2014


Disusun oleh:
       Purwati Rahayu Edarsasi                    NIM. 14010112140027


JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2012/ 2013




KATA PENGANTAR

Pertama marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan inayah-nya kepada kita sehingga tugas makalah yang berjudul kontroversi undang-undang ITE yang menghambat implementasi kebebasan pers ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Tujuan penulisan makalah ini bukan hanya sekedar menerangkan isi makalah, tetapi juga menjelaskan serta mendiskripsikan berbagai inti persoalan yang sesuai dengan tema/ judul makalah. Harapan atas disusunnya makalah ini semoga dapat diartikan sebagai suatu pengantar, yang dapat dipahami/ dimengerti sebagai suatu asumsi penambah wawasan dalam ilmu politik maupun kepemerintahan. Semoga atas tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi semua orang dan diharapkan lebih praktis dalam pembelajaran maupun pemahaman inti makalah serta bermanfaat dalam usaha mencerdaskan bangsa dan negara.
Penulis mungucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam proses penulisan makalah ini. Namun “Tiada Gading Yang Tak Retak”, masih terdapat segala kekurangan yang melekat pada makalah ini, sehingga saran yang membangun selalu diharapkan dan diterima lapang dada oleh penulis serta terciptanya kesempurnaan dalam penulisan makalah kedepannya. Terima Kasih.

Semarang, September 2013
                                    Penulis












BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Di Indonesia saat ini peran media massa sangatlah penting. Hal ini di karenakan media massa merupakan tempat tercepat, terakurat dan dapat di pertanggungjawabkan beritanya. Dengan mengetahui dan menguasai tekhnologi maka masyarakat dapat mengetahui seluruh berita yang berada di seluruh dunia tanpa harus mendatangi satu persatu negara yang sedang heboh dan dapat dikatakan mengetahui berita yang up to date. Sebagai salah satu contohnya di negara Indonesia, masyarakat dapat menilai kinerja pemerintah dari tahun ke tahun baik mengirimnya melalui e-mail maupun media yang lainnya.
Dapat dikatakan peran media massa sangatlah penting bagi sekolah-sekolah, masyarakat baik desa maupun kota dan yang terpenting media massa sangatlah penting bagi pemerintah. Bagi pemerintah media massa dapat digunakan apabila sewaktu-waktu akan menyampaikan berita yang penting maka dapat melalui media massa yang sering kita lihat bersama seperti televisi.

1.2  TUJUAN
a.       Dapat mengetahui apa itu pers.
b.      Dapat mengetahui keadaan pers di Indonesia sebelum dan sesudah masa reformasi.
c.       Dapat mengetahui analisis mengapa sampai terjadi perdebatan pada UU no 11 tahun 2008.
d.      Dapat mengetahui contoh kasus dari implementasi UU no. 11 tahun 2008








BAB II
PEMBAHASAN


2.1 DEFINISI PERS
Menurut Oemar Seno Adji, Pers dalam arti sempit, yaitu penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kata tertulis. Pers dalam arti luas, yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Menurut Kustadi Suhandang, Pers adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
 Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme, pedoman yang menjadikan landasan moral dan etika profesi dalam pers dikenal dengan kode etik jurnalistik.

2.2 PERBANDINGAN KEADAAN PERS SAAT MASA ORDE BARU DAN MASA REFORMASI

Sejak merdeka tahun 1945, Indonesia sudah beberapa kali mengalami pergantian sistem pemerintahan. Tahun 1945 sampai 1965 dikenal dengan nama sistem pemerintahan orde lama, yang mana merupakan era presiden Soekarno. Setelah presiden Soekarno tumbang, tampung kekuasaan diserahkan kepada jenderal Soeharto yang akhirnya melahirkan sistem pemerintahan orde baru. Orde baru berlangsung dari tahun 1966 sampai tahun 1998. Dikarenakan sudah terlalu lama menjabat dan merajalelanya KKN, presiden Soeharto digulingkan oleh rakyat Indonesia yang akhirnya melahirkan zaman baru bagi Indonesia, reformasi. Reformasi berlangsung dari tahun 1998 sampai sekarang.
Ada banyak peranan yang dilakukan oleh pers dalam suatu negara dan dalam mewujudkan demokrasi. Namun, agar pers mampu menjalankan peranannya terutama dalam menunjang demokratisasi maka perlu adanya kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta fungsinya secara professional. Media masa yang bebas memberikan dasar bagi pembatasan kekuasaan negara dan dengan demikian adanya kendali atas negara oleh rakyat, sehingga menjamin hadirnya lembaga-lembaga politik yang demokratis sebagai sarana yang paling efekif untuk menjalankan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu. Apabila negara mengendalikan media massa maka terhambatnya cara untuk memberitakan penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara.
Pada masa orde baru, pers bisa dikatakan tidak ada fungsinya untuk warga negara. Pers sangat terlihat hanya sebagai boneka penguasa. Tidak ada kebebasan berpendapat yang dijanjikan pemerintah pada awal awal kekuasaan orde baru. Keberadaan pers diawasi secara ketat oleh pemerintah di bawah naungan departemen penerangan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi hal – hal buruk di dalam pemerintahan orde baru sampai di telinga masyarakat. Pers tidak bisa melakukan apapun selain patuh pada aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Aspirasi masyarakat untuk pemerintah tidak tersalurkan sama sekali. Hal ini dikarenakan komunikasi politik yang terjadi hanya top – down. Artinya pers hanya sebagai komunikator dari pemerintah ke rakyat. Pers tidak dapat melakukan fungsinya sebagai komunikator dari rakyat ke pemerintah. Selain itu, pemberitaan yang disalurkan ke masyarakat mengenai pemerintah harus merupakan berita – berita yang menjunjung tinggi keberhasilan pemerintah. Yang diberitakan hanyalah sesuatu yang baik. Apabila suatu media nekat menerbitkan pemberitaan – pemberitaan miring soal pemerintah, bisa di pastikan nasib media tersebut berada di ujung tanduk.
Sedangkan masa reformasi sering digaung – gaungkan sebagai masa demokrasi. Yang artinya kebebasan hampir disegala aspek kehidupan, termasuk dalam hal kepolitikan. Pada masa orde baru, pemenang pemilu sudah bisa dipastikan, namun pada masa reformasi benar benar merupakan persaingan terbuka. Dalam hal pengambilan kebijakan, rakyat dapat menyalurkan aspirasinya secara bebas melalui wakil wakil rakyat maupun media. Walaupun pada kenyataannya saat ini aspirasi rakyat cenderung tidak didengar, setidaknya tidak ada yang membungkam rakyat seperti pada masa orde baru.

2.3 ANALISIS PERDEBATAN UU NO 11 TAHUN 2008.

RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) mulai dirancang sejak Maret 2003 oleh Kementerian NegaraKomunikasi dan Informasi (Kominfo). Semula RUU ini dinamakan RancanganUndang Undang Informasi Komunikasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE). Akhirnya pada tanggal 25 Maret 2008 pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) mengesahkan UU ITE ini. Hadirnya UU ini disambut positif berbagai kalangan walaupun tidak sedikit juga yang menentangnya.
Bagi yang kontra, UU ITE ini dilihat sebagai upaya untuk membatasi hak kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat serta bisa menghambat kreativitas seseorang di dunia maya. Bagi yang setuju, kehadirannya dilihatsebagai langkah yang tepat untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan penyalahgunaan internet yang tak terkendali sehingga bisa merugikan orang lain. Kehadiran aturan hukum tersebut dapat dilihat sebagai bentuk respons pemerintah untuk menjerat orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam menggunakan internet hingga merugikan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Pasal yang menjadi perdebatan dalam kebebasan pers :
Pasal 27 ayat (1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 27 ayat (3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 28 ayat (2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal-pasal tersebut pada dianggap umumnya memuat aturan-aturan yang bersifat lentur, subjektif, dan sangat tergantung interpretasi pengguna UU ITE ini. UU ITE ini akan menutup jalur demokrasi melalui internet, dan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 tentang kebebasan berpendapat dan menyampaikan gagasan.

2.4 STUDI KASUS MULTITAFSIR DARI IMPLEMENTASI UU NO 8 TAHUN 2008

Siapa yang tidak tahu Prita Mulyasari, mantan pasien RS OMNI Internasional, Alam Sutera. Kasus ini berawal ketika Prita menulis email tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis. Email tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.
“Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.”
Yang tersebut di atas merupakan sebagian kecil kutipan dari email Ibu Prita Mulyasari yang menyebar di kalangan intern keluarga dan koleganya. Email tersebut berisi keluhan Ibu Prita mengenai prosedur pelayanan di RS Omni Internasional. Banyak pihak yang menyayangkan penahanan Prita Mulyasari yang dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik karena akan mengancam kebebasan berekspresi. Pasal ini menyebutkan:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.”(UU ITE, 27:3).
Beberapa aliansi menilai bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat keranjang sampah dan multiinterpretasi. Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan para moderator milis maupun individu yang melakukan forward ke alamat tertentu.
Lebih lanjut, Departemen Komunikasi dan Informatika menegaskan bahwa tindakan Prita Mulyasari yang menyampaikan keluhan atas jasa sebuah layanan publik bukanlah merupakan penghinaan. Prita yang mengungkapkan keluhan terhadap suatu layanan publik melalui email merupakan hak dari seorang konsumen. Hal itu adalah sah sesuai dengan yang termuat dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4 huruf d. Pasal itu berbunyi:
“Hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.”
Oleh karena itu, menanggapi UU pasal 27 ayat 3 UU ITE unsur `tanpa hak` sebagaimana dimaksud di dalamnya menjadi tidak terpenuhi, sehingga Pasal 27 ayat (3) tersebut tidak bisa diterapkan untuk kasus ini.
















BAB III
KESIMPULAN

Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Pada masa orde baru, pers bisa dikatakan tidak ada fungsinya untuk warga negara. Pers sangat terlihat hanya sebagai boneka penguasa. Sedangkan masa reformasi sering digaung – gaungkan sebagai masa demokrasi. Yang artinya kebebasan hampir disegala aspek kehidupan, termasuk dalam hal kepolitikan.
RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) mulai dirancang sejak Maret 2003 oleh Kementerian NegaraKomunikasi dan Informasi (Kominfo). Hadirnya UU ini disambut positif berbagai kalangan walaupun tidak sedikit juga yang menentangnya. Bagi yang kontra, UU ITE ini dilihat sebagai upaya untuk membatasi hak kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat serta bisa menghambat kreativitas seseorang di dunia maya. Bagi yang setuju, kehadirannya dilihatsebagai langkah yang tepat untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan penyalahgunaan internet yang tak terkendali sehingga bisa merugikan orang lain.












DAFTAR PUSTAKA

www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf
core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/11980320.pdf







Muhasabah Kebangsaan : BUGHOT DENGAN BERTOPENG KALIMAT TAUHID

oleh : Al-Zastrouw Sore ini saya dikejiutkan dengan berita pembakaran kalimat tauhid yang dilakukan oleh Banser di Garut. Berita ters...