Rabu, 12 September 2018

kapan korupsi akan berakhir?



Baru-baru ini dunia Politik digemparkan dengan berita anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Malang yang terciduk menerima suap dari walikota Malang non aktif, Moch Anton. Tidak main-main, jumlah anggota DPRD yang ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap (korupsi) ada 41 anggota dewan  dari 45 anggota dewan kota malang.

Korupsi di Indonesia berkembang secara sistematis. Isu korupsi pertama kali diberitakan oleh salah satu Koran lokal ‘Indonesia Raya’ pada era Orde lama (1951-1956). Berita tersebut ditulis oleh Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar yang menyebabkan Koran tersebut di bredel dan keduanya  dipenjara karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno. Pada saat itu diduga Ruslan Abdulgani yang menjabat sebagai menteri luar negeri menerima suap dari Lie Hok Thay sebesar satu setengah juta rupiah.

Orde baru juga tidak luput dari tindak pidana korupsi. Bahkan pada orde baru, praktik korupsi semakin menjadi. Kekuasaan yang absolut membuat praktik korupsi tidak lagi terkendali, dan sulit untuk ditindak. Bahkan, Mantan Presiden Soeharto yang berkuasa pada masa order baru ditempatkan sebagai Presiden terkorup sedunia berdasarkan temuan Transparency International 2004 dengan total perkiraan korupsi sebesar 15-25 miliar dolar AS.

Setelah berakhirnya orde baru, reformasi diharapkan dapat membuat perubahan untuk Indonesia di segala aspek, termasuk dalam mengurangi praktik korupsi yang sudah menjamur. Segala perubahan dilakukan demi mengurangi dan mencegah praktik KKN, mulai dari regulasi, tata kelola pemerintah, struktur pemerintahan hingga budaya kerja (good governance) diubah semuanya. Meskipun sudah diubah hingga saat ini kasus-kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat dan aparat pemerintah tak berkurang drastis.

Selain itu, pada masa Reformasi pemilihan pejabat dilakukan dengan cara demokrasi yaitu melalui sistem pemilihan umum yang dilakukan oleh rakyat untuk memilih pemimpinnya di legislatif maupun eksekutif. Disinilah uang bisa dimainkan Siapa yang kuat modal, dialah yang menang, dan itu terbukti. Setelah menjabat, mereka mencari modal awal tadi untuk balik kembali. Dan setelah itu korupsi berlanjut terus dan terus. Maka para koruptor juga yang akhirnya naik sebagai pimpinan daerah serta anggota legislatif baik di pusat maupun di daerah.

Korupsi Indonesia saat ini sudah seperti sebuah budaya yang sulit untuk dihilangkan. Bermacam-macam usaha pemerintah dilakukan untuk memberantas korupsi namun ternyata perkembangannya tak kunjung bisa dihentikan. Ibarat cicak, pemerintah mencoba membunuh tapi saat dipotong ternyata baru kena ekornya aja, akhirnya ekor tersebut muncul kembali. Regulasi dibuat diatur oleh undang-undang seakan-akan hanya formalitas semata, nyatanya regulasi yang dibuat para anggota legislatif di Senayan tidak membuat takut dan tidak menyebabkan efek jera terhadap tokoh-tokoh yang berpotensi melakukan korupsi. Mengapa hal itu bisa terjadi? Mungkin salah satu alasan kurang kuatnya uu dalam mengatur praktik korupsi dikarenakan, anggota dewan yang tidak berani ambil resiko untuk menguatkan uu tipikor karena mereka sadar kalau mereka salah satu yang paling berpotensial melakukan praktik korupsi.

Pertanyaannya sekarang, siapa yang mampu mengatasi permasalahan ini, ketika pemerintah saja tak lagi mampu mengatasinya?







Jumat, 07 September 2018

Nilai Dollar AS Semakin Meningkat



Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS cenderung mengalami penurunan selama tahun 2018. Berdasarkan data dari bank Indonesia pertanggal 5  september 2018, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mencapai angka 14.852 per dollar AS, bahkan di beberapa bank besar di Indonesia seperti Mandiri, Bank Central Asia (BCA), dan Bank Tabungan Negara (BTN) sudah menyentuh angka 15.000 perdollar AS.

Banyak pihak yang kemudian membandingkan kondisi sekarang dengan krisis ekonomi 20 tahun yang lalu. Padahal kondisi sekarang dengan 20 tahun yang lalu sangatlah berbeda. Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan hampir seluruh indikator ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi yang tidak baik, seperti pertumbuhan ekonomi yang minus dan inflasi yang melambung tinggi. Saat itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar mencapai angka 16.650 perdollar AS dan tingkat inflasi mencapai 700 persen dari angka 2000an perdollar AS serta pertumbuhan ekonomi yang mencapai  minus 13 persen.

Sementara itu di tahun 2018, dollar AS menguat dikarenakan adanya perbaikan kondisi makro ekonomi di Amerika Serikat, seperti tingkat pengangguran turun, pertumbuhan ekonomi produk domestik bruto (PDB) naik. Ditambah dengan kenaikan suku Bunga acuan oleh the fed. Perbaikan kondisi ekonomi ini akhirnya berpengaruh terhadap nilai mata uang negara-negara lain. Hal tersebut juga diungkapkan oleh menteri keuangan RI, Sri mulyani, “Dollar AS menguat itu berasal dari Policy pemerintah Amerika, tentu ini mengarah pada mata uang yang lain.”. Saat ini, tingkat inflasi kurang lebih 11 persen dari angka 13.200an perdollar AS dengan pertumbuhan ekonomi lebih dari 5 persen pertriwulan kedua.[1]

Kembali kepada nilai dollar AS yang semakin meningkat. Dibalik penguatan nilai tukar dollar AS, lebih banyak disebabkan oleh imbas kebijakan ekonomi dan geopolitik yang dikeluarkan oleh presiden AS Donald Trump.[2] Selain itu penyataan Trump seperti Trade War mampu membuat gaduh. Investor dibuat tidak nyaman dan memilih untuk menarik uangnya dan memegang dollar AS secara Cash (save haven currency), kemudian membeli surat-surat berharga di AS. Akibatnya peredaran dollar AS berkurang dan nilai Dollar AS naik.

Pada dasarnya kenaikan nilai dollar AS saat ini belum terlalu berpengaruh terhadap masyarakat umum melainkan kepada para pembisnis yang berhubungan dengan aktifitas impor ekspor.  Namun apabila hal ini terus terjadi, makan dapat berdampak terhadap perekonomian Negara. Seperti harga barang impor akan naik, tidak hanya itu harga produk dalam negeri yang berbahan baku impor akan naik berbanding lurus dengan nilai dollar AS.

Kondisi ini tidak dapat diselesaikan hanya kebijakan pemerintah saja, perlu adanya peran atau bantuan dari masyarakat untuk menguatkan nilai Rupiah. Caranya bisa dengan membeli produk dalam negeri dan mengurangi pembelian produk impor, mengganti destinasi liburan ke tempat wisata di Indonesia, serta memperbanyak bertransaksi dengan uang rupiah.

RAN, 2018



[1] Data dari detik.com
[2] Republika.co.id

Rabu, 05 September 2018

Menilik Fungsi Legislasi anggota DPR RI di tahun 2018


sumber : google.com 

Membicarakan kinerja anggota DPR tidak akan pernah ada habisnya, bukan hanya DPR yang memiliki fungsi pengawasan, sesungguhnya rakyatlah si pemilik fungsi pengawasan terbesar dalam suatu Negara, Sebab di Negara yang menganut sistem demokrasi, kekuasaan terbesar ada ditangan rakyat. Dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat.

Kinerja yang paling diperhatikan di akhir masa kerja anggota dewan saat ini adalah fungsi legislasi. Fungsi legislasi merupakan fungsi yang dijalankan oleh anggota DPR dalam membuat undang-undang (UU). UU yang dihasilkan dari tahun 2015 sampai tahun 2018 masih jauh dari target program legislasi nasional (Prolegnas). Kinerja DPR pada tahun 2018 juga ternyata tidak  menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelunya. Dari total 50 RUU di prolegnas tahun 2018, hanya 4 RUU yang telah diselesaikan, masih ada 46 RUU yang ditargetkan selsai hingga 2019. Sebelumnya pada tahun 2015, dari total 40 RUU yang ditargetkan di prolegnas hanya 3 UU yang mampu disahkan. Tahun berikutnya, dari total 51 RUU yang ditargetkan, hanya 10 UU yang mampu di sahkan, dan pada tahun 2017, dari total 53 RUU yang ditargetkan, hanya 5 RUU yang berhasil disahkan.

Kurang optimalnya DPR dalam menjalankan fungsi legislasi dikarenakan ketidakseriusan anggota dewan daam mengusulkan pembuatan UU ke pemerintah, hal ini dapat dilihat dari sedikitnya anggota dewan yang berinisiatif dalam pembuatan UU. Selain itu faktor perekruitan calon anggota Dewan yang kurang memperhatikan tingkat pendidikan dan kapabilitas menjadi polemik. Hal ini dapat menghambat kinerja dari anggota dewan dikarenakan ketidakmampuan anggota dewan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dihimpun data dari Indopress, mayoritas tingkat pendidikan anggota DPR RI periode 2014-2019  adalah S2, yaitu  sebanyak 212 orang, Gelar terbanyak kedua adalah S1, sejumlah 187 orang. Anggota Dewan yang tidak memiliki gelar cukup banyak, 137 orang. Gelar S3 sejumlah 22 orang, dan yang bergelar Profesor hanya 5 orang.

sumber : www.indopress.id

Selain dikarenakan kurangnya kapabilitas anggota dewan, terhambatnya fungsi legislasi dikarenakan oleh pembahasan RUU yang memakan waktu lama dan terkesan bertele-tele. Pembahasan akan semakin lama jika ada perdebatan sengit, bahkan berakhir deadlock, sehingga jadwal pembuatan UU semakin molor dari waktu yang direncanakan. Pembahasan juga akan semakin lama karena adanya kepentingan politik (partai dan koalisi) yang mendasari dalam pembahasan UU.

Tahun 2019 merupakan tahun politik, dimana pesta demokrasi diselenggarakan serentak (pilpres dan pileg), hal tersebut membuat anggota dewan harus membagi fokusnya antara memenangkan kembali kursi dewan di periode selanjutnya dengan mengerjakan tugas dan fungsinya yang saat ini diemban sebagai anggota dewan. Anggota dewan sibuk berkeliling daerah di Indonesia untuk melakukan pendekatan kepada calon pemilihnya dan memilikirkan logistik serta strategi pemenangan yang akan diambil. Dan kenyataannya mereka lebih fokus kepada persiapan pemilihan umum legislatif dibandingkan menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota dewan.

Kalau sudah begini, komitmen anggota dewan terhadap rakyat patut dipertanyakan. Lalu bagaimana dengan beban kerja penyelesaian target prolegnas 50 RUU yang harus diselesaikan sampai akhir masa jabatan? Apakah akan selesai sesuai dengan target atau malah menjadi catatan kegagalan anggota dewan dalam menjalankan fungsi legislasinya?



Muhasabah Kebangsaan : BUGHOT DENGAN BERTOPENG KALIMAT TAUHID

oleh : Al-Zastrouw Sore ini saya dikejiutkan dengan berita pembakaran kalimat tauhid yang dilakukan oleh Banser di Garut. Berita ters...