Selasa, 23 Oktober 2018

Muhasabah Kebangsaan : BUGHOT DENGAN BERTOPENG KALIMAT TAUHID


oleh : Al-Zastrouw

Sore ini saya dikejiutkan dengan berita pembakaran kalimat tauhid yang dilakukan oleh Banser di Garut. Berita tersebut segera menjadi viral di medsos. Membakar emosi sebagian masyarakat sumbu pendek yg mudah tersulut emosi tanpa tabayyun , tanpa berpikir panjang. Segera saja cacimaki, hujatan bahkan ancaman dan intimidasi muncul dialamatkan pada Banser.

Saya sendiri awalnya merasa shock dan terkejut melihat berita tersebut di medsos, hampir saja saya terbakar emosi. Untungnya saya masih menyisakan sedikit akal sehat dan segera mencari informasi untuk melakukan tabayyun. Tanpa kesulitan berarti dengan cepat saya mendapatkan info tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Ternyata yang dibakar di Garut adalah bendera HTI, bendera ormas terlarang karena merong-rong NKRI dan hendak mengganti dasar negara. Jadi jelas dan gamblang yang dibakar adalah simbol gerakan Bughot, bukan kalimat tauhid.

Atas kenyataan ini, maka dengan sedikit berpikir saja (tidak perlu dalam sampe berkerut) akan terlihat bahwa yang sebenarnya melecehkan kalimat tauhid adalah HTI. Kenapa? Karena telah menjadikan kalimat tauhid yang sakral, suci dan terhormat sebagai simbol gerakan politik yang profan, manusiawi dan duniawi. Artinya HTI telah mendegradasi kalimat tauhid yang menstinya dihormati dan dijunjung tinggi menjadi simbol gerakan politik yang posisinya sama dengan bendera-bendera politik lainya yang bergambar pohon, binatang atau grfis. Apalagi bendera yang ada simbol tauhidnya tersebut digunakan untuk melakukan bughot terhadap ideologi dan kedaulatan negara yang sah. Ini jelas tindakan yang kurang ajar dan menista kesucian kalimat tauhid.

HTI boleh saja bermanuver untuk meyakinkan publik bahwa mereka bukan pemberontak karena tidak mengangkat senjata, tidak melakukan tindakan anarkhi dan sejenisnya. Tapi berbagai manuver dan gerakan politik mereka  dalam menyebarkan ideologi dan sistem khilafah telah menjadi bukti yang tak terbantahkan dan terang benderang bahwa tindakan mereka telah mengancam kedaulatan dan ideologi negara. Apa yang dilakukan HTI tersebut sudah tergolong bughot (makar) meski dilakukan tanpa kekerasan, tibdakan anarkhi dan perlwanan senjata.

Sebagaimana disebutkan Khatib Syarbini dalam kitab al-Iqna" Fi Halli Alfazh Abi Syuja', bughat adalah menentang  pemerintah/penguasa yang sah dengan gerakan mengumpulkan logistik, wacana, massa, senjata dan sejenisnya. Apa yang dilakukan HTI sudah memenuhi kriteria ini. Hanya mengumpulkan senjata saja yg kelihatannya belum dilakukan HTI.

Dalam Islam bughat itu hukumnya haram, bahkan terhadap penguasa sejenis Fir'aun sekalipun (QS Thahaa; 43-44). Dan ummat Islam diperintahkan taat terhadap ulil amri yaitu pemerintah yang sah (QS. An-Nisa'; 59). Atas dasar ini para ulama sepakat memberikan hukuman berat pada para pemberontak, bahkan hukuman mati.

Dalam konteks Indonesia, NU memiliki sikap tegas terhadap kaum yang melakukan bughot seperti yg dilakukan terhadap PKI maupun DI/TII. Artinya meski menggunakan simbol dan atasnama agama sekalipun jika memberontak pada  negara dan sistem pemerintahan yang sah maka harus ditindak tegas. Dan sikap itu terus dilakukan NU secara konsisten termasuk terhadap HTI. Dengan demikian jelas dan tegas bahwa yang dihadapi Banser bukan Islam tapi HTI yang bughot dan dinyatakan sbg Ormas yerlarang. Yang dibakar bukan kalimat tauhid tapi bendera HTI yang telah mendegradasi kalimat Tauhid.

Tindakan membakar bendera tersebut sebenarnya merupakan tindakan yang bijak untuk menghindari terjadinya pelecehan dan penyalahgunaan lebih lanjut. Hal seperti ini lazim terjadi, misalnya qur'an yang sudah usang atau kitab-kitab tua yang ada kalimat tauhid maka lebih baik dibakar atau ditanam dalam tanah daripada dibiarkan berserakan yang justru bisa diinjak, disalah gunakan atau jatuh ke comberan. Tindakan seperti ini juga pernah di lakukan khalifah Utsman yang memebakar naskah al-qur'an selain muhaf utsmani demi menjaga terjadinya penyalahgunaan.

Jadi jelas di sini terlihat bahwa pembakaran bendera HTI di Garut bukanlah penistaan terhadap kalimat Tauhid tetapi justru memyelamatkan kalimat tauhid yang sudah dinistakan oleh HTI karena  dijadikan sebagai topeng untuk melakukan bughat terhadap pemerintah yang sah dan merongrong kedaulatan dan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Orang-orang yang marah terhadap tindakan Banser yang membakar bendsra HTI bisa digolongkan menjadi beberapa katagori; pertama orang yang tidak faham sehingga menyamakan kalimat tauhid atau Islam dengan HTI, kedua, orang yang berpikir pendek dan dangkal sehingga hanya mengandalkan emosi dan kemarahan; ketiga pemain politik yang hendak mengambil keuntungan dari issu ini dan terakhir adalah kemlompok pendukung HTI yang marah karena topengnya terbuka.

Bagi yang berpikir jernih dan bernalar cerdas akan melihat persoalan ini dengan  senyum damai. Karena mereka tahu bahwa apa yang terjadi.merupakan bentuk sikap tegas terhadap pemberontak bertopeng kalimat tauhid.

 Dari beberapa kompok tersebut,  kira-kira dimanakah dirimu berada?*

EKO KUNTADHI : TERORIS BERSEMBUNYI DIBALIK BENDERA TAUHID



Setelah kekhalifahan Utsman bin Affan, Imam Ali diangkat sebagai Khalifah. Di awal pemerintahannya dia membersihkan berbagai penyimpangan yang terjadi pada periode sebelumnya.

Muawiyah bin Abu Sufyan adalah Gubernur Damaskus yang menolak mengikuti penegakkan hukum yang dilakukan Imam Ali. Damaskus memberontak terhadap kepemimpinan yang syah.

Lalu terjadilah perang Shiffin. Pasukan Imam Ali berhadapan dengan pasukan pemberontak di bawah pimpinan Muawiyah.

Ketika dua pasukan berhadapan, Imam Ali menyerukan kepada pasukannya. "Siapakah diantara kalian yang akan maju, membawa Alquran ini untuk meneriakkan perdamaian?  Serukan pada mereka perdamaian agar pertumpahan darah tidak terjadi."

Seorang pemuda belia maju, menyambut perintah sang Imam. Tapi Imam menolak, karena usianya yang masih terlalu muda. Beliau sekali lagi menyerukan pada pasukannya siapakah yang mau maju ke barisan musuh untuk menyerukan perdamaian. Agar darah kaum muslimin tidak tertumpah.

Tapi seluruh pasukan hanya terpaku. Kembali pemuda belia itu maju, menyongsong perintah pemimpinnya.

Imam Ali menyerahkan Alquran ke tangan pemuda itu. Memerintahkan dia untuk menghampiri musuh dan meneriakkan perdamaian.

 Pemuda itu memacu kudanya, menghampiri ribuan musuhnya. Dengan kalimat lantang di angkat Alquran sambil mengajak mereka untuk mematuhi pemimpin yang syah. Dia berusaha mencegah darah kaum muslimin tertumpah.

Tapi apa jawab pasukan Muawiyah. Sabetan pedang memutus tangan pemuda itu. Alquran terjatuh. Lalu dia mengambilnya dengan tangan kiri, sambil terus meneriakkan kata-kata perdamaian. Lagi-lagi suaranya yang mulai parau dibalas dengan sabetan pedang. Tangan kirinya putus.

Dia ambil Alquran dengan giginya. Sorot matanya masih menyerukan seruan yang sama, mengajak untuk kembali kepangkuan pemimpin yang syah. Tetiba lehernya putus oleh pedang. Darah membanjiri padang Shiffin. Darah seorang yang berusaha menegakkan ukhuwah.

Dengan perasaan masygul, Imam Ali memandang anak muda yang tergeletak. Seorang pemuda yang syahid demi seruan persatuan.

Perang tidak dapat dihindari. Kedua pasukan bergegas untuk maju. Suara dentingan pedang dan teriakan kesakitan menggema. Darah berceceran. Tapi keadilan harus ditegakkan. Siapa lagi yang akan menegakkan keadilan kalau bukan seorang Ali. Orang yang sejak kecil diasuh langsung oleh kehangatan rumah Kanjeng Nabi.

Bicara soal keadilan, Imam Ali mendapat bimbingan langsung dari manusia yang paling adil hidupnya. Dari manusia yang paling lembut hatinya tetapi juga tegar prinsip hidupnya. Rasulullah, sepupu, guru dan orang tua angkatnya mengajari soal keadilan langsung ke dalam hati Ali.Dia mencontohkan dengan sikapnya. Dari sanalah Ali mendapat bimbingan di bawah Kalam ilahi.

Perang berlangsung sengit. Pasukan Imam Ali berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Mungkin tinggal sekelebat lagi Muawiyah dan seluruh pasukannya bisa ditaklukkan.

Tapi, mereka menggunakan trik licik. Di tengah keterhimpitan, mereka menempelkan lembaran-lembaran Alquran di ujung pedangnya. Pasukan Imam Ali goyah. Lembaran-lembaran kitab suci itu merontokan semangatnya. Mereka khawatir melukai kemurnian agama apabila menyerang musuh yang membawa lembaran Quran di ujung pedangnya.

Sejarah akhirnya mencatat, perang berakhir dengan diplomasi. Dan sekali lagi, dalam diplomasi itu, utusan Imam Ali tertipu.

Muawiyah dan pasukannya menggunakan tulisan-tulisan dalam Alquran untuk menipu. Untuk mencari keuntungan politis semata. Untuk mengelabui musuhnya.

Kelakukan Muawiyah kini ditiru oleh pengikutnya sekarang. ISIS, Alqaedah dan HTI menggunakan kalimat tauhid pada benderanya. Mereka seolah berlindung pada kalimat suci itu. Padahal saban hari kerja mereka membuat kerusakan. Mereka merampas hak manusia, membunuh, bermaksud menegakkan khilafah dengan tipu muslihat.

Ketika Anggota Banser membakar bendera HTI yang memang sudah diharamkan keberadaanya, komplotan bengis itu mulai memainkan sandiwara bahwa Banser membakar kalimat tauhid. Sama persis seperti pasukan Muawiyah yang menempelkan lembaran Alquran di ujung pedangnya.

Sejarah memang berulang. Antek-antek Muawiyah, anak dari Hindun -seorang perempuan yang mengunyah jantung pahlawan Uhud, Hamzah- jaman ini, menggunakan emosi umat Islam untuk menyerang Banser. Padahal yang dibakar Banser adalah bendera HTI. Bendera organisasi terlarang setara PKI.

Tapi mereka memang lahir dari kelicikan. Mereka memainkan emosi umat Islam. Mengadu domba dengan manipulasi kalimat tauhid. Sayangnya sebagian umat Islam Indonesia yang bodoh dan buta sejarah banyak yang terpercaya oleh musang berbulu angsa ini. Padahal setiap hari kerja HTI hanya ingin menghancurkan Indonesia untuk diganti dengan khilafah.

Sejarah sudah dengan jelas menggambarkan kelicikan mereka. Kini secara terang-terangan kelicikan itu ditampilkan di depan kita.

Merekalah para pengikut Abu Sufyan. Merekalah pengikut Muawiyah. Merekalah pengikut Yazid. Keluarga yang sepanjang hidupnya membenci Nabi dan keluarganya.

Apakah kita akan tertipu lagi, ketika Banser membakar bendera HTI? Tidak.

Umat Islam Indonesia dan para santri dalam barisan. Banser menghargai kalimat tauhid. Tetapi juga bukan umat yang mudah ditipu oleh bendera dan simbol-simbol. Kalimat tauhid berada dalam dalam sanubari Banser. Bukan di atas lembaran bendera yang justru jadi lambang untuk menghancurkan Indonesia.


Sumber : http://www.ekokuntadhi.com/2018/10/hti-bersembunyi-dibalik-bendera-tauhid.html?m=1

Muhasabah Kebangsaan : BUGHOT DENGAN BERTOPENG KALIMAT TAUHID

oleh : Al-Zastrouw Sore ini saya dikejiutkan dengan berita pembakaran kalimat tauhid yang dilakukan oleh Banser di Garut. Berita ters...