Selasa, 23 Oktober 2018

Muhasabah Kebangsaan : BUGHOT DENGAN BERTOPENG KALIMAT TAUHID


oleh : Al-Zastrouw

Sore ini saya dikejiutkan dengan berita pembakaran kalimat tauhid yang dilakukan oleh Banser di Garut. Berita tersebut segera menjadi viral di medsos. Membakar emosi sebagian masyarakat sumbu pendek yg mudah tersulut emosi tanpa tabayyun , tanpa berpikir panjang. Segera saja cacimaki, hujatan bahkan ancaman dan intimidasi muncul dialamatkan pada Banser.

Saya sendiri awalnya merasa shock dan terkejut melihat berita tersebut di medsos, hampir saja saya terbakar emosi. Untungnya saya masih menyisakan sedikit akal sehat dan segera mencari informasi untuk melakukan tabayyun. Tanpa kesulitan berarti dengan cepat saya mendapatkan info tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Ternyata yang dibakar di Garut adalah bendera HTI, bendera ormas terlarang karena merong-rong NKRI dan hendak mengganti dasar negara. Jadi jelas dan gamblang yang dibakar adalah simbol gerakan Bughot, bukan kalimat tauhid.

Atas kenyataan ini, maka dengan sedikit berpikir saja (tidak perlu dalam sampe berkerut) akan terlihat bahwa yang sebenarnya melecehkan kalimat tauhid adalah HTI. Kenapa? Karena telah menjadikan kalimat tauhid yang sakral, suci dan terhormat sebagai simbol gerakan politik yang profan, manusiawi dan duniawi. Artinya HTI telah mendegradasi kalimat tauhid yang menstinya dihormati dan dijunjung tinggi menjadi simbol gerakan politik yang posisinya sama dengan bendera-bendera politik lainya yang bergambar pohon, binatang atau grfis. Apalagi bendera yang ada simbol tauhidnya tersebut digunakan untuk melakukan bughot terhadap ideologi dan kedaulatan negara yang sah. Ini jelas tindakan yang kurang ajar dan menista kesucian kalimat tauhid.

HTI boleh saja bermanuver untuk meyakinkan publik bahwa mereka bukan pemberontak karena tidak mengangkat senjata, tidak melakukan tindakan anarkhi dan sejenisnya. Tapi berbagai manuver dan gerakan politik mereka  dalam menyebarkan ideologi dan sistem khilafah telah menjadi bukti yang tak terbantahkan dan terang benderang bahwa tindakan mereka telah mengancam kedaulatan dan ideologi negara. Apa yang dilakukan HTI tersebut sudah tergolong bughot (makar) meski dilakukan tanpa kekerasan, tibdakan anarkhi dan perlwanan senjata.

Sebagaimana disebutkan Khatib Syarbini dalam kitab al-Iqna" Fi Halli Alfazh Abi Syuja', bughat adalah menentang  pemerintah/penguasa yang sah dengan gerakan mengumpulkan logistik, wacana, massa, senjata dan sejenisnya. Apa yang dilakukan HTI sudah memenuhi kriteria ini. Hanya mengumpulkan senjata saja yg kelihatannya belum dilakukan HTI.

Dalam Islam bughat itu hukumnya haram, bahkan terhadap penguasa sejenis Fir'aun sekalipun (QS Thahaa; 43-44). Dan ummat Islam diperintahkan taat terhadap ulil amri yaitu pemerintah yang sah (QS. An-Nisa'; 59). Atas dasar ini para ulama sepakat memberikan hukuman berat pada para pemberontak, bahkan hukuman mati.

Dalam konteks Indonesia, NU memiliki sikap tegas terhadap kaum yang melakukan bughot seperti yg dilakukan terhadap PKI maupun DI/TII. Artinya meski menggunakan simbol dan atasnama agama sekalipun jika memberontak pada  negara dan sistem pemerintahan yang sah maka harus ditindak tegas. Dan sikap itu terus dilakukan NU secara konsisten termasuk terhadap HTI. Dengan demikian jelas dan tegas bahwa yang dihadapi Banser bukan Islam tapi HTI yang bughot dan dinyatakan sbg Ormas yerlarang. Yang dibakar bukan kalimat tauhid tapi bendera HTI yang telah mendegradasi kalimat Tauhid.

Tindakan membakar bendera tersebut sebenarnya merupakan tindakan yang bijak untuk menghindari terjadinya pelecehan dan penyalahgunaan lebih lanjut. Hal seperti ini lazim terjadi, misalnya qur'an yang sudah usang atau kitab-kitab tua yang ada kalimat tauhid maka lebih baik dibakar atau ditanam dalam tanah daripada dibiarkan berserakan yang justru bisa diinjak, disalah gunakan atau jatuh ke comberan. Tindakan seperti ini juga pernah di lakukan khalifah Utsman yang memebakar naskah al-qur'an selain muhaf utsmani demi menjaga terjadinya penyalahgunaan.

Jadi jelas di sini terlihat bahwa pembakaran bendera HTI di Garut bukanlah penistaan terhadap kalimat Tauhid tetapi justru memyelamatkan kalimat tauhid yang sudah dinistakan oleh HTI karena  dijadikan sebagai topeng untuk melakukan bughat terhadap pemerintah yang sah dan merongrong kedaulatan dan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Orang-orang yang marah terhadap tindakan Banser yang membakar bendsra HTI bisa digolongkan menjadi beberapa katagori; pertama orang yang tidak faham sehingga menyamakan kalimat tauhid atau Islam dengan HTI, kedua, orang yang berpikir pendek dan dangkal sehingga hanya mengandalkan emosi dan kemarahan; ketiga pemain politik yang hendak mengambil keuntungan dari issu ini dan terakhir adalah kemlompok pendukung HTI yang marah karena topengnya terbuka.

Bagi yang berpikir jernih dan bernalar cerdas akan melihat persoalan ini dengan  senyum damai. Karena mereka tahu bahwa apa yang terjadi.merupakan bentuk sikap tegas terhadap pemberontak bertopeng kalimat tauhid.

 Dari beberapa kompok tersebut,  kira-kira dimanakah dirimu berada?*

EKO KUNTADHI : TERORIS BERSEMBUNYI DIBALIK BENDERA TAUHID



Setelah kekhalifahan Utsman bin Affan, Imam Ali diangkat sebagai Khalifah. Di awal pemerintahannya dia membersihkan berbagai penyimpangan yang terjadi pada periode sebelumnya.

Muawiyah bin Abu Sufyan adalah Gubernur Damaskus yang menolak mengikuti penegakkan hukum yang dilakukan Imam Ali. Damaskus memberontak terhadap kepemimpinan yang syah.

Lalu terjadilah perang Shiffin. Pasukan Imam Ali berhadapan dengan pasukan pemberontak di bawah pimpinan Muawiyah.

Ketika dua pasukan berhadapan, Imam Ali menyerukan kepada pasukannya. "Siapakah diantara kalian yang akan maju, membawa Alquran ini untuk meneriakkan perdamaian?  Serukan pada mereka perdamaian agar pertumpahan darah tidak terjadi."

Seorang pemuda belia maju, menyambut perintah sang Imam. Tapi Imam menolak, karena usianya yang masih terlalu muda. Beliau sekali lagi menyerukan pada pasukannya siapakah yang mau maju ke barisan musuh untuk menyerukan perdamaian. Agar darah kaum muslimin tidak tertumpah.

Tapi seluruh pasukan hanya terpaku. Kembali pemuda belia itu maju, menyongsong perintah pemimpinnya.

Imam Ali menyerahkan Alquran ke tangan pemuda itu. Memerintahkan dia untuk menghampiri musuh dan meneriakkan perdamaian.

 Pemuda itu memacu kudanya, menghampiri ribuan musuhnya. Dengan kalimat lantang di angkat Alquran sambil mengajak mereka untuk mematuhi pemimpin yang syah. Dia berusaha mencegah darah kaum muslimin tertumpah.

Tapi apa jawab pasukan Muawiyah. Sabetan pedang memutus tangan pemuda itu. Alquran terjatuh. Lalu dia mengambilnya dengan tangan kiri, sambil terus meneriakkan kata-kata perdamaian. Lagi-lagi suaranya yang mulai parau dibalas dengan sabetan pedang. Tangan kirinya putus.

Dia ambil Alquran dengan giginya. Sorot matanya masih menyerukan seruan yang sama, mengajak untuk kembali kepangkuan pemimpin yang syah. Tetiba lehernya putus oleh pedang. Darah membanjiri padang Shiffin. Darah seorang yang berusaha menegakkan ukhuwah.

Dengan perasaan masygul, Imam Ali memandang anak muda yang tergeletak. Seorang pemuda yang syahid demi seruan persatuan.

Perang tidak dapat dihindari. Kedua pasukan bergegas untuk maju. Suara dentingan pedang dan teriakan kesakitan menggema. Darah berceceran. Tapi keadilan harus ditegakkan. Siapa lagi yang akan menegakkan keadilan kalau bukan seorang Ali. Orang yang sejak kecil diasuh langsung oleh kehangatan rumah Kanjeng Nabi.

Bicara soal keadilan, Imam Ali mendapat bimbingan langsung dari manusia yang paling adil hidupnya. Dari manusia yang paling lembut hatinya tetapi juga tegar prinsip hidupnya. Rasulullah, sepupu, guru dan orang tua angkatnya mengajari soal keadilan langsung ke dalam hati Ali.Dia mencontohkan dengan sikapnya. Dari sanalah Ali mendapat bimbingan di bawah Kalam ilahi.

Perang berlangsung sengit. Pasukan Imam Ali berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Mungkin tinggal sekelebat lagi Muawiyah dan seluruh pasukannya bisa ditaklukkan.

Tapi, mereka menggunakan trik licik. Di tengah keterhimpitan, mereka menempelkan lembaran-lembaran Alquran di ujung pedangnya. Pasukan Imam Ali goyah. Lembaran-lembaran kitab suci itu merontokan semangatnya. Mereka khawatir melukai kemurnian agama apabila menyerang musuh yang membawa lembaran Quran di ujung pedangnya.

Sejarah akhirnya mencatat, perang berakhir dengan diplomasi. Dan sekali lagi, dalam diplomasi itu, utusan Imam Ali tertipu.

Muawiyah dan pasukannya menggunakan tulisan-tulisan dalam Alquran untuk menipu. Untuk mencari keuntungan politis semata. Untuk mengelabui musuhnya.

Kelakukan Muawiyah kini ditiru oleh pengikutnya sekarang. ISIS, Alqaedah dan HTI menggunakan kalimat tauhid pada benderanya. Mereka seolah berlindung pada kalimat suci itu. Padahal saban hari kerja mereka membuat kerusakan. Mereka merampas hak manusia, membunuh, bermaksud menegakkan khilafah dengan tipu muslihat.

Ketika Anggota Banser membakar bendera HTI yang memang sudah diharamkan keberadaanya, komplotan bengis itu mulai memainkan sandiwara bahwa Banser membakar kalimat tauhid. Sama persis seperti pasukan Muawiyah yang menempelkan lembaran Alquran di ujung pedangnya.

Sejarah memang berulang. Antek-antek Muawiyah, anak dari Hindun -seorang perempuan yang mengunyah jantung pahlawan Uhud, Hamzah- jaman ini, menggunakan emosi umat Islam untuk menyerang Banser. Padahal yang dibakar Banser adalah bendera HTI. Bendera organisasi terlarang setara PKI.

Tapi mereka memang lahir dari kelicikan. Mereka memainkan emosi umat Islam. Mengadu domba dengan manipulasi kalimat tauhid. Sayangnya sebagian umat Islam Indonesia yang bodoh dan buta sejarah banyak yang terpercaya oleh musang berbulu angsa ini. Padahal setiap hari kerja HTI hanya ingin menghancurkan Indonesia untuk diganti dengan khilafah.

Sejarah sudah dengan jelas menggambarkan kelicikan mereka. Kini secara terang-terangan kelicikan itu ditampilkan di depan kita.

Merekalah para pengikut Abu Sufyan. Merekalah pengikut Muawiyah. Merekalah pengikut Yazid. Keluarga yang sepanjang hidupnya membenci Nabi dan keluarganya.

Apakah kita akan tertipu lagi, ketika Banser membakar bendera HTI? Tidak.

Umat Islam Indonesia dan para santri dalam barisan. Banser menghargai kalimat tauhid. Tetapi juga bukan umat yang mudah ditipu oleh bendera dan simbol-simbol. Kalimat tauhid berada dalam dalam sanubari Banser. Bukan di atas lembaran bendera yang justru jadi lambang untuk menghancurkan Indonesia.


Sumber : http://www.ekokuntadhi.com/2018/10/hti-bersembunyi-dibalik-bendera-tauhid.html?m=1

Rabu, 12 September 2018

kapan korupsi akan berakhir?



Baru-baru ini dunia Politik digemparkan dengan berita anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Malang yang terciduk menerima suap dari walikota Malang non aktif, Moch Anton. Tidak main-main, jumlah anggota DPRD yang ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap (korupsi) ada 41 anggota dewan  dari 45 anggota dewan kota malang.

Korupsi di Indonesia berkembang secara sistematis. Isu korupsi pertama kali diberitakan oleh salah satu Koran lokal ‘Indonesia Raya’ pada era Orde lama (1951-1956). Berita tersebut ditulis oleh Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar yang menyebabkan Koran tersebut di bredel dan keduanya  dipenjara karena dianggap sebagai lawan politik Sukarno. Pada saat itu diduga Ruslan Abdulgani yang menjabat sebagai menteri luar negeri menerima suap dari Lie Hok Thay sebesar satu setengah juta rupiah.

Orde baru juga tidak luput dari tindak pidana korupsi. Bahkan pada orde baru, praktik korupsi semakin menjadi. Kekuasaan yang absolut membuat praktik korupsi tidak lagi terkendali, dan sulit untuk ditindak. Bahkan, Mantan Presiden Soeharto yang berkuasa pada masa order baru ditempatkan sebagai Presiden terkorup sedunia berdasarkan temuan Transparency International 2004 dengan total perkiraan korupsi sebesar 15-25 miliar dolar AS.

Setelah berakhirnya orde baru, reformasi diharapkan dapat membuat perubahan untuk Indonesia di segala aspek, termasuk dalam mengurangi praktik korupsi yang sudah menjamur. Segala perubahan dilakukan demi mengurangi dan mencegah praktik KKN, mulai dari regulasi, tata kelola pemerintah, struktur pemerintahan hingga budaya kerja (good governance) diubah semuanya. Meskipun sudah diubah hingga saat ini kasus-kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat dan aparat pemerintah tak berkurang drastis.

Selain itu, pada masa Reformasi pemilihan pejabat dilakukan dengan cara demokrasi yaitu melalui sistem pemilihan umum yang dilakukan oleh rakyat untuk memilih pemimpinnya di legislatif maupun eksekutif. Disinilah uang bisa dimainkan Siapa yang kuat modal, dialah yang menang, dan itu terbukti. Setelah menjabat, mereka mencari modal awal tadi untuk balik kembali. Dan setelah itu korupsi berlanjut terus dan terus. Maka para koruptor juga yang akhirnya naik sebagai pimpinan daerah serta anggota legislatif baik di pusat maupun di daerah.

Korupsi Indonesia saat ini sudah seperti sebuah budaya yang sulit untuk dihilangkan. Bermacam-macam usaha pemerintah dilakukan untuk memberantas korupsi namun ternyata perkembangannya tak kunjung bisa dihentikan. Ibarat cicak, pemerintah mencoba membunuh tapi saat dipotong ternyata baru kena ekornya aja, akhirnya ekor tersebut muncul kembali. Regulasi dibuat diatur oleh undang-undang seakan-akan hanya formalitas semata, nyatanya regulasi yang dibuat para anggota legislatif di Senayan tidak membuat takut dan tidak menyebabkan efek jera terhadap tokoh-tokoh yang berpotensi melakukan korupsi. Mengapa hal itu bisa terjadi? Mungkin salah satu alasan kurang kuatnya uu dalam mengatur praktik korupsi dikarenakan, anggota dewan yang tidak berani ambil resiko untuk menguatkan uu tipikor karena mereka sadar kalau mereka salah satu yang paling berpotensial melakukan praktik korupsi.

Pertanyaannya sekarang, siapa yang mampu mengatasi permasalahan ini, ketika pemerintah saja tak lagi mampu mengatasinya?







Jumat, 07 September 2018

Nilai Dollar AS Semakin Meningkat



Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS cenderung mengalami penurunan selama tahun 2018. Berdasarkan data dari bank Indonesia pertanggal 5  september 2018, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mencapai angka 14.852 per dollar AS, bahkan di beberapa bank besar di Indonesia seperti Mandiri, Bank Central Asia (BCA), dan Bank Tabungan Negara (BTN) sudah menyentuh angka 15.000 perdollar AS.

Banyak pihak yang kemudian membandingkan kondisi sekarang dengan krisis ekonomi 20 tahun yang lalu. Padahal kondisi sekarang dengan 20 tahun yang lalu sangatlah berbeda. Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan hampir seluruh indikator ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi yang tidak baik, seperti pertumbuhan ekonomi yang minus dan inflasi yang melambung tinggi. Saat itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar mencapai angka 16.650 perdollar AS dan tingkat inflasi mencapai 700 persen dari angka 2000an perdollar AS serta pertumbuhan ekonomi yang mencapai  minus 13 persen.

Sementara itu di tahun 2018, dollar AS menguat dikarenakan adanya perbaikan kondisi makro ekonomi di Amerika Serikat, seperti tingkat pengangguran turun, pertumbuhan ekonomi produk domestik bruto (PDB) naik. Ditambah dengan kenaikan suku Bunga acuan oleh the fed. Perbaikan kondisi ekonomi ini akhirnya berpengaruh terhadap nilai mata uang negara-negara lain. Hal tersebut juga diungkapkan oleh menteri keuangan RI, Sri mulyani, “Dollar AS menguat itu berasal dari Policy pemerintah Amerika, tentu ini mengarah pada mata uang yang lain.”. Saat ini, tingkat inflasi kurang lebih 11 persen dari angka 13.200an perdollar AS dengan pertumbuhan ekonomi lebih dari 5 persen pertriwulan kedua.[1]

Kembali kepada nilai dollar AS yang semakin meningkat. Dibalik penguatan nilai tukar dollar AS, lebih banyak disebabkan oleh imbas kebijakan ekonomi dan geopolitik yang dikeluarkan oleh presiden AS Donald Trump.[2] Selain itu penyataan Trump seperti Trade War mampu membuat gaduh. Investor dibuat tidak nyaman dan memilih untuk menarik uangnya dan memegang dollar AS secara Cash (save haven currency), kemudian membeli surat-surat berharga di AS. Akibatnya peredaran dollar AS berkurang dan nilai Dollar AS naik.

Pada dasarnya kenaikan nilai dollar AS saat ini belum terlalu berpengaruh terhadap masyarakat umum melainkan kepada para pembisnis yang berhubungan dengan aktifitas impor ekspor.  Namun apabila hal ini terus terjadi, makan dapat berdampak terhadap perekonomian Negara. Seperti harga barang impor akan naik, tidak hanya itu harga produk dalam negeri yang berbahan baku impor akan naik berbanding lurus dengan nilai dollar AS.

Kondisi ini tidak dapat diselesaikan hanya kebijakan pemerintah saja, perlu adanya peran atau bantuan dari masyarakat untuk menguatkan nilai Rupiah. Caranya bisa dengan membeli produk dalam negeri dan mengurangi pembelian produk impor, mengganti destinasi liburan ke tempat wisata di Indonesia, serta memperbanyak bertransaksi dengan uang rupiah.

RAN, 2018



[1] Data dari detik.com
[2] Republika.co.id

Rabu, 05 September 2018

Menilik Fungsi Legislasi anggota DPR RI di tahun 2018


sumber : google.com 

Membicarakan kinerja anggota DPR tidak akan pernah ada habisnya, bukan hanya DPR yang memiliki fungsi pengawasan, sesungguhnya rakyatlah si pemilik fungsi pengawasan terbesar dalam suatu Negara, Sebab di Negara yang menganut sistem demokrasi, kekuasaan terbesar ada ditangan rakyat. Dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat.

Kinerja yang paling diperhatikan di akhir masa kerja anggota dewan saat ini adalah fungsi legislasi. Fungsi legislasi merupakan fungsi yang dijalankan oleh anggota DPR dalam membuat undang-undang (UU). UU yang dihasilkan dari tahun 2015 sampai tahun 2018 masih jauh dari target program legislasi nasional (Prolegnas). Kinerja DPR pada tahun 2018 juga ternyata tidak  menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelunya. Dari total 50 RUU di prolegnas tahun 2018, hanya 4 RUU yang telah diselesaikan, masih ada 46 RUU yang ditargetkan selsai hingga 2019. Sebelumnya pada tahun 2015, dari total 40 RUU yang ditargetkan di prolegnas hanya 3 UU yang mampu disahkan. Tahun berikutnya, dari total 51 RUU yang ditargetkan, hanya 10 UU yang mampu di sahkan, dan pada tahun 2017, dari total 53 RUU yang ditargetkan, hanya 5 RUU yang berhasil disahkan.

Kurang optimalnya DPR dalam menjalankan fungsi legislasi dikarenakan ketidakseriusan anggota dewan daam mengusulkan pembuatan UU ke pemerintah, hal ini dapat dilihat dari sedikitnya anggota dewan yang berinisiatif dalam pembuatan UU. Selain itu faktor perekruitan calon anggota Dewan yang kurang memperhatikan tingkat pendidikan dan kapabilitas menjadi polemik. Hal ini dapat menghambat kinerja dari anggota dewan dikarenakan ketidakmampuan anggota dewan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dihimpun data dari Indopress, mayoritas tingkat pendidikan anggota DPR RI periode 2014-2019  adalah S2, yaitu  sebanyak 212 orang, Gelar terbanyak kedua adalah S1, sejumlah 187 orang. Anggota Dewan yang tidak memiliki gelar cukup banyak, 137 orang. Gelar S3 sejumlah 22 orang, dan yang bergelar Profesor hanya 5 orang.

sumber : www.indopress.id

Selain dikarenakan kurangnya kapabilitas anggota dewan, terhambatnya fungsi legislasi dikarenakan oleh pembahasan RUU yang memakan waktu lama dan terkesan bertele-tele. Pembahasan akan semakin lama jika ada perdebatan sengit, bahkan berakhir deadlock, sehingga jadwal pembuatan UU semakin molor dari waktu yang direncanakan. Pembahasan juga akan semakin lama karena adanya kepentingan politik (partai dan koalisi) yang mendasari dalam pembahasan UU.

Tahun 2019 merupakan tahun politik, dimana pesta demokrasi diselenggarakan serentak (pilpres dan pileg), hal tersebut membuat anggota dewan harus membagi fokusnya antara memenangkan kembali kursi dewan di periode selanjutnya dengan mengerjakan tugas dan fungsinya yang saat ini diemban sebagai anggota dewan. Anggota dewan sibuk berkeliling daerah di Indonesia untuk melakukan pendekatan kepada calon pemilihnya dan memilikirkan logistik serta strategi pemenangan yang akan diambil. Dan kenyataannya mereka lebih fokus kepada persiapan pemilihan umum legislatif dibandingkan menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota dewan.

Kalau sudah begini, komitmen anggota dewan terhadap rakyat patut dipertanyakan. Lalu bagaimana dengan beban kerja penyelesaian target prolegnas 50 RUU yang harus diselesaikan sampai akhir masa jabatan? Apakah akan selesai sesuai dengan target atau malah menjadi catatan kegagalan anggota dewan dalam menjalankan fungsi legislasinya?



Kamis, 25 Februari 2016

paper perdebatan uu ITE yang menghambat implementasi kebebasan pers

PAPER
KOMUNIKASI POLITIK
PERDEBATAN UNDANG-UNDANG ITE YANG MENGHAMBAT IMPLEMENTASI KEBEBASAN PERS
Disusun Guna Memenuhi Syarat Penilaian Tugas
Mata Kuliah Komunikasi Politik
Semester Ganjil Tahun Akademik 2013/ 2014


Disusun oleh:
       Purwati Rahayu Edarsasi                    NIM. 14010112140027


JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
TAHUN AKADEMIK 2012/ 2013




KATA PENGANTAR

Pertama marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan inayah-nya kepada kita sehingga tugas makalah yang berjudul kontroversi undang-undang ITE yang menghambat implementasi kebebasan pers ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Tujuan penulisan makalah ini bukan hanya sekedar menerangkan isi makalah, tetapi juga menjelaskan serta mendiskripsikan berbagai inti persoalan yang sesuai dengan tema/ judul makalah. Harapan atas disusunnya makalah ini semoga dapat diartikan sebagai suatu pengantar, yang dapat dipahami/ dimengerti sebagai suatu asumsi penambah wawasan dalam ilmu politik maupun kepemerintahan. Semoga atas tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi semua orang dan diharapkan lebih praktis dalam pembelajaran maupun pemahaman inti makalah serta bermanfaat dalam usaha mencerdaskan bangsa dan negara.
Penulis mungucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam proses penulisan makalah ini. Namun “Tiada Gading Yang Tak Retak”, masih terdapat segala kekurangan yang melekat pada makalah ini, sehingga saran yang membangun selalu diharapkan dan diterima lapang dada oleh penulis serta terciptanya kesempurnaan dalam penulisan makalah kedepannya. Terima Kasih.

Semarang, September 2013
                                    Penulis












BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Di Indonesia saat ini peran media massa sangatlah penting. Hal ini di karenakan media massa merupakan tempat tercepat, terakurat dan dapat di pertanggungjawabkan beritanya. Dengan mengetahui dan menguasai tekhnologi maka masyarakat dapat mengetahui seluruh berita yang berada di seluruh dunia tanpa harus mendatangi satu persatu negara yang sedang heboh dan dapat dikatakan mengetahui berita yang up to date. Sebagai salah satu contohnya di negara Indonesia, masyarakat dapat menilai kinerja pemerintah dari tahun ke tahun baik mengirimnya melalui e-mail maupun media yang lainnya.
Dapat dikatakan peran media massa sangatlah penting bagi sekolah-sekolah, masyarakat baik desa maupun kota dan yang terpenting media massa sangatlah penting bagi pemerintah. Bagi pemerintah media massa dapat digunakan apabila sewaktu-waktu akan menyampaikan berita yang penting maka dapat melalui media massa yang sering kita lihat bersama seperti televisi.

1.2  TUJUAN
a.       Dapat mengetahui apa itu pers.
b.      Dapat mengetahui keadaan pers di Indonesia sebelum dan sesudah masa reformasi.
c.       Dapat mengetahui analisis mengapa sampai terjadi perdebatan pada UU no 11 tahun 2008.
d.      Dapat mengetahui contoh kasus dari implementasi UU no. 11 tahun 2008








BAB II
PEMBAHASAN


2.1 DEFINISI PERS
Menurut Oemar Seno Adji, Pers dalam arti sempit, yaitu penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kata tertulis. Pers dalam arti luas, yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Menurut Kustadi Suhandang, Pers adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
 Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas, serta profesionalisme, pedoman yang menjadikan landasan moral dan etika profesi dalam pers dikenal dengan kode etik jurnalistik.

2.2 PERBANDINGAN KEADAAN PERS SAAT MASA ORDE BARU DAN MASA REFORMASI

Sejak merdeka tahun 1945, Indonesia sudah beberapa kali mengalami pergantian sistem pemerintahan. Tahun 1945 sampai 1965 dikenal dengan nama sistem pemerintahan orde lama, yang mana merupakan era presiden Soekarno. Setelah presiden Soekarno tumbang, tampung kekuasaan diserahkan kepada jenderal Soeharto yang akhirnya melahirkan sistem pemerintahan orde baru. Orde baru berlangsung dari tahun 1966 sampai tahun 1998. Dikarenakan sudah terlalu lama menjabat dan merajalelanya KKN, presiden Soeharto digulingkan oleh rakyat Indonesia yang akhirnya melahirkan zaman baru bagi Indonesia, reformasi. Reformasi berlangsung dari tahun 1998 sampai sekarang.
Ada banyak peranan yang dilakukan oleh pers dalam suatu negara dan dalam mewujudkan demokrasi. Namun, agar pers mampu menjalankan peranannya terutama dalam menunjang demokratisasi maka perlu adanya kebebasan pers dalam menjalankan tugas serta fungsinya secara professional. Media masa yang bebas memberikan dasar bagi pembatasan kekuasaan negara dan dengan demikian adanya kendali atas negara oleh rakyat, sehingga menjamin hadirnya lembaga-lembaga politik yang demokratis sebagai sarana yang paling efekif untuk menjalankan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu. Apabila negara mengendalikan media massa maka terhambatnya cara untuk memberitakan penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara.
Pada masa orde baru, pers bisa dikatakan tidak ada fungsinya untuk warga negara. Pers sangat terlihat hanya sebagai boneka penguasa. Tidak ada kebebasan berpendapat yang dijanjikan pemerintah pada awal awal kekuasaan orde baru. Keberadaan pers diawasi secara ketat oleh pemerintah di bawah naungan departemen penerangan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi hal – hal buruk di dalam pemerintahan orde baru sampai di telinga masyarakat. Pers tidak bisa melakukan apapun selain patuh pada aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Aspirasi masyarakat untuk pemerintah tidak tersalurkan sama sekali. Hal ini dikarenakan komunikasi politik yang terjadi hanya top – down. Artinya pers hanya sebagai komunikator dari pemerintah ke rakyat. Pers tidak dapat melakukan fungsinya sebagai komunikator dari rakyat ke pemerintah. Selain itu, pemberitaan yang disalurkan ke masyarakat mengenai pemerintah harus merupakan berita – berita yang menjunjung tinggi keberhasilan pemerintah. Yang diberitakan hanyalah sesuatu yang baik. Apabila suatu media nekat menerbitkan pemberitaan – pemberitaan miring soal pemerintah, bisa di pastikan nasib media tersebut berada di ujung tanduk.
Sedangkan masa reformasi sering digaung – gaungkan sebagai masa demokrasi. Yang artinya kebebasan hampir disegala aspek kehidupan, termasuk dalam hal kepolitikan. Pada masa orde baru, pemenang pemilu sudah bisa dipastikan, namun pada masa reformasi benar benar merupakan persaingan terbuka. Dalam hal pengambilan kebijakan, rakyat dapat menyalurkan aspirasinya secara bebas melalui wakil wakil rakyat maupun media. Walaupun pada kenyataannya saat ini aspirasi rakyat cenderung tidak didengar, setidaknya tidak ada yang membungkam rakyat seperti pada masa orde baru.

2.3 ANALISIS PERDEBATAN UU NO 11 TAHUN 2008.

RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) mulai dirancang sejak Maret 2003 oleh Kementerian NegaraKomunikasi dan Informasi (Kominfo). Semula RUU ini dinamakan RancanganUndang Undang Informasi Komunikasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE). Akhirnya pada tanggal 25 Maret 2008 pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) mengesahkan UU ITE ini. Hadirnya UU ini disambut positif berbagai kalangan walaupun tidak sedikit juga yang menentangnya.
Bagi yang kontra, UU ITE ini dilihat sebagai upaya untuk membatasi hak kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat serta bisa menghambat kreativitas seseorang di dunia maya. Bagi yang setuju, kehadirannya dilihatsebagai langkah yang tepat untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan penyalahgunaan internet yang tak terkendali sehingga bisa merugikan orang lain. Kehadiran aturan hukum tersebut dapat dilihat sebagai bentuk respons pemerintah untuk menjerat orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam menggunakan internet hingga merugikan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Pasal yang menjadi perdebatan dalam kebebasan pers :
Pasal 27 ayat (1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 27 ayat (3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 28 ayat (2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal-pasal tersebut pada dianggap umumnya memuat aturan-aturan yang bersifat lentur, subjektif, dan sangat tergantung interpretasi pengguna UU ITE ini. UU ITE ini akan menutup jalur demokrasi melalui internet, dan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 tentang kebebasan berpendapat dan menyampaikan gagasan.

2.4 STUDI KASUS MULTITAFSIR DARI IMPLEMENTASI UU NO 8 TAHUN 2008

Siapa yang tidak tahu Prita Mulyasari, mantan pasien RS OMNI Internasional, Alam Sutera. Kasus ini berawal ketika Prita menulis email tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis. Email tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama baik.
“Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.”
Yang tersebut di atas merupakan sebagian kecil kutipan dari email Ibu Prita Mulyasari yang menyebar di kalangan intern keluarga dan koleganya. Email tersebut berisi keluhan Ibu Prita mengenai prosedur pelayanan di RS Omni Internasional. Banyak pihak yang menyayangkan penahanan Prita Mulyasari yang dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang no 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik karena akan mengancam kebebasan berekspresi. Pasal ini menyebutkan:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.”(UU ITE, 27:3).
Beberapa aliansi menilai bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat keranjang sampah dan multiinterpretasi. Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan para moderator milis maupun individu yang melakukan forward ke alamat tertentu.
Lebih lanjut, Departemen Komunikasi dan Informatika menegaskan bahwa tindakan Prita Mulyasari yang menyampaikan keluhan atas jasa sebuah layanan publik bukanlah merupakan penghinaan. Prita yang mengungkapkan keluhan terhadap suatu layanan publik melalui email merupakan hak dari seorang konsumen. Hal itu adalah sah sesuai dengan yang termuat dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4 huruf d. Pasal itu berbunyi:
“Hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.”
Oleh karena itu, menanggapi UU pasal 27 ayat 3 UU ITE unsur `tanpa hak` sebagaimana dimaksud di dalamnya menjadi tidak terpenuhi, sehingga Pasal 27 ayat (3) tersebut tidak bisa diterapkan untuk kasus ini.
















BAB III
KESIMPULAN

Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Pada masa orde baru, pers bisa dikatakan tidak ada fungsinya untuk warga negara. Pers sangat terlihat hanya sebagai boneka penguasa. Sedangkan masa reformasi sering digaung – gaungkan sebagai masa demokrasi. Yang artinya kebebasan hampir disegala aspek kehidupan, termasuk dalam hal kepolitikan.
RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) mulai dirancang sejak Maret 2003 oleh Kementerian NegaraKomunikasi dan Informasi (Kominfo). Hadirnya UU ini disambut positif berbagai kalangan walaupun tidak sedikit juga yang menentangnya. Bagi yang kontra, UU ITE ini dilihat sebagai upaya untuk membatasi hak kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat serta bisa menghambat kreativitas seseorang di dunia maya. Bagi yang setuju, kehadirannya dilihatsebagai langkah yang tepat untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan penyalahgunaan internet yang tak terkendali sehingga bisa merugikan orang lain.












DAFTAR PUSTAKA

www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU1108.pdf
core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/11980320.pdf







Muhasabah Kebangsaan : BUGHOT DENGAN BERTOPENG KALIMAT TAUHID

oleh : Al-Zastrouw Sore ini saya dikejiutkan dengan berita pembakaran kalimat tauhid yang dilakukan oleh Banser di Garut. Berita ters...